Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. ----Selamat datang di Blog resmi Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Masohi.,

Selasa, 11 Oktober 2011

Janji Manis Enam Hakim Agung


www.hukumonline.com Senin, 03 October 2011
Anggota DPR menyampaikan beberapa pesan dan ‘titipan’. Dari reformasi di Mahkamah Agung (MA) hingga ‘titipan’ kasus cek pelawat.

Gayus Lumbuun salah seorang calon hakim agung terpilih dalam fit and proper test calon hakim agung. Foto: SGP

Enam hakim agung teranyar akhirnya terpilih dalam fit and proper test calon hakim agung oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selama seminggu, 18 calon bertarung ‘menjual’ gagasannya untuk membuat Mahkamah Agung (MA) menjadi lebih baik bila terpilih menjadi hakim agung. Berikut adalah janji-janji yang dilontarkan para hakim agung itu di hadapan para anggota dewan:

Calon hakim agung terpilih Nurul Elmiyah berjanji akan beradaptasi untuk menjalankan tugasnya di MA. Sebagai calon dari non karier, wanita yang mendapat 42 suara ini menargetkan waktu satu bulan untuk beradaptasi. “Saya dari non karier tentu harus beradaptasi terlebih dahulu. Ini tak mudah tapi dengan kerja keras, saya rasa adaptasi tak kan lama,” ujarnya dalam fit and proper test.


Pengajar Hukum Perdata di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini mengatakan akan lebih banyak bertanya kepada para hakim agung senior di MA. Selain itu, kerja sama yang baik dengan asisten hakim agung juga sangat diperlukan. “Supaya cepat, si hakim agung dan asisten harus bergerak cepat. Saya akan banyak belajar di awal masuk di MA,” tuturnya.

Nurul menyadari tugasnya di MA tak akan mudah. Sebagai hakim agung yang berlatar belakang perdata, tumpukan berkas perkara tentu sudah siap menghampirinya. “Perkara terbesar (yang masuk ke MA) adalah perdata. Sekitar 40 persen,” ujarnya.

“Saya targetkan sebulan, saya sudah akan bekerja maksimal. Kalau tak salah, sekarang, mereka (hakim agung) mendapat 15-20 kasus per bulan. Mudah-mudahan bisa diselesaikan antara itu,” ujarnya.

Suhadi, Panitera MA, yang mendapat suara mayoritas anggota dewan (51 suara) tentu tak memerlukan waktu adaptasi lagi. Ia sehari-hari sudah bekerja di MA. Karenanya, Suhadi berencana menyalurkan ide-idenya untuk menghapus tunggakan perkara dalam rapat pleno para hakim agung atau pertemuan informal seperti coffee morning.

“Saya akan mengusulkan perubahan cara para hakim agung memeriksa dan memutus perkara yang digunakan selama ini,” ujar Suhadi.

Saat ini, MA menggunakan sistem ‘roda berjalan’ dalam memeriksa dan memutus perkara. Konsep sistem ini adalah para anggota majelis hakim secara bergantian membaca berkas perkara. Misalnya, dalam satu perkara yang diperiksa oleh satu majelis hakim yang terdiri dari tiga anggota hakim. Maka, berkas perkara pertama kali diserahkan ke hakim pertama (pembaca satu) untuk diberikan pendapatnya, hingga ke hakim ketiga, lalu perkara diputuskan.

“Kalau pembaca satu lemah, maka (perkara) tersendat di sana. Begitu juga bila pembaca dua lemah. Lama baru sampai ke pembaca tiga. Ini yang jadi hambatan perkara lama diputus,” ujarnya menceritakan kelemahan sistem ini, Kamis (29/9).

Suhadi mengusulkan agar berkas perkara tak perlu lagi digilir seperti itu. Ia berharap ke depan cara memutus dilakukan secara simultan. “Mereka diberi kesempatan menilai. Lalu, adu argumentasi. Itu lebih objektif dan putusannya leih bernilai,” tuturnya. Ini akan didukung dengan sistem teknologi informasi yang sudah diterapkan oleh MA, dengan menggandakan soft copy berkas perkara yang dikirim oleh pengadilan pengaju (pengadilan negeri).

Sementara, Gayus Lumbuun tak terlalu macam-macam, termasuk ketika mengutarakan visi dan misinya. Visinya sebagai hakim agung tak berbeda dengan visi MA sesuai dengan Blue Print (cetak biru) dan Renstra 2010-2035 yang pada dasarnya ingin membuat MA dan peradilan di bawahnya bisa menunjukan keadaan atau sifat kehormatan, kebenaran, kemulian dan keluruhan.

“Misi saya secara pribadi akan memberikan dukungan sepenuhnya kepada tujuan MA dalam hal mereformasi dan melakukan pembangunan hukum khususnya peradilan di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan konsistensi sebagai salah satu pilar penegak hukum,” jelas mantan Politisi PDIP ini.

Selain itu, Gayus juga berjanji akan mengontrol emosinya saat menjabat sebagai hakim agung. Ia menyadari selama ini, dirinya mendapat sorotan ketika pernah bersitegang dengan Advokat OC Kaligis dan rekannya sesama anggota DPR Ruhut Sitompul di depan publik. “Namun, dapat saya yakinkan, habit saya yang kurang baik ini masih undercontrol. Tak melebih sepantasnya,” ujar Gayus.

Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur, juga akan mengikuti cetak biru MA. Ia mengatakan MA sudah dua kali menerbitkan cetak biru untuk pembaharuan ke depan. “Cetak biru yang terakhir ini, saya kira sudah cukup ideal,” ujarnya. Sistem kamar penanganan perkara juga dinilai dapat menghasilkan putusan yang berkualitas karena perkara ditangani oleh hakim yang ahli di bidangnya.

Meski begitu, Andi Samsan menilai MA perlu memperketat berapa lama seorang hakim memeriksa perkara. “Tak ada kontrol berapa lama majelis membaca berkas perkara. Ini perlu ada SOP yang mengatur. Apabila ini diterapkan, maka tujuan MA yang ingin meningkatkan fungsi peradilan cepat dan transparan akan terwujud,” ujarnya.

Selain itu, Andi Samsan menilai tak akan takut menangani perkara apapun di MA. Ia berjanji akan mengedepankan kecerdasan spiritual dalam memutus perkara di MA, sebagaimana yang sudah ia terapkan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi selama ini.

“Mengadili itu sebenarnya ranah Ilahi. Jangan-jangan justru lebih jahat yang mengadili dari yang diadili. Makanya di sini dituntut kecerdasan spiritual. Berdasarkan pengalaman saya, bila akaliah sudah sinkron dengan hati nurani, saya tak takut,” ujar hakim yang memutus perkara pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita ini.

Titipan
Selain berjanji, para hakim agung terpilih ini juga mendapat ‘titipan’ para anggota dewan. Misalnya, Hary Djatmiko yang berasal dari pengadilan pajak ini. Pria yang akan ditempatkan di kamar Tata Usaha Negara ini diharapkan dapat memperkaya hakim-hakim agung berlatar belakang pajak yang sangat minim di MA.

“Saya rasa para anggota dewan memilih Pak Hary itu karena dia latar belakang pajak. Di MA, saat ini, hakim agung tata usaha negara memang sudah penuh, tetapi hakim TUN yang berspesifikasi pajak itu masih sedikit,” ujar Anggota Komisi III dari PPP Ahmad Yani, usai pemilihan.

Namun, ada juga titipan yang cenderung ‘negatif’. Contohnya pesan yang ditujukan kepada Dudu Duswara, hakim agung terpilih yang sebelumnya menjabat sebagai hakim ad hoc Pengadilan Tipikor. Apalagi, Dudu pernah menangani perkara cek pelawat yang melibatkan sejumlah anggota dewan. Bahkan, Dudu adalah salah seorang anggota majelis yang menghukum anggota dewan dari PPP, Endin Soefihara.

Sejumlah anggota Komisi III mengkritik Dudu yang ikut menghukum dalam kasus cek pelawat ini. Mereka berpendapat seharusnya perkara tak bisa dilanjutkan, karena penyuapnya belum ditemukan. Tetapi, para hakim agung justru lebih dulu menghukum orang yang disuap. “Dalam suap itu, adanya penyuap yang disuap adalah syarat mutlak. Bagaimana mungkin bisa dibilang ada suap bila penyuapnya tak ada?” ujar Ketua Komisi III Benny K Harman, Kamis malam (22/9).

Yani bahkan mencoba menggiring Dudu mengenai kasus Endin Soefihara. Ia mempertanyakan bagaimana bila dalam suatu kasus dakwaan terdakwa tidak cermat. “Bagaimana bila ada kasus seperti itu?” tanyanya. Dudu lantas berkomentar dakwaan seharusnya dibatalkan.  

“Dalam kasus Endin yang terjadi begitu. Dia sahabat saya benar. Ada rekonstruksi jaksa yang hanya copy paste dari orang lain. Anda kan sudah bilang dibatalkan. Apakah anda akan konsisten (dengan pendapat anda) bila memeriksa kembali perkara ini di tingkat MA bila kelak terpilih sebagai hakim agung?” cecarnya.

Dudu hanya menjawab singkat. “Insya Allah saya akan konsisten,” ujarnya. Lagipula, lanjut Dudu, di antara majelis hakim pengadilan tipikor yang menghukum Endin, dirinyalah yang berpendapat seharusnya hukuman Endin lebih rendah.

1 komentar:

  1. Janji hakim tidak sama dengan janji politikus. Jadi tidak usah dinikmati "lagu merdu" itu, yang penting hakim agung (dan semua hakim Indonesia tentunya) "talkless & to do more, because great responsibility on your hand"!

    BalasHapus