www.hukumonline.com, Selasa, 01 Nopember 2011
Sumber :
http://hukumonline.com/berita/baca/lt4eafdd717096d/kasasi-putusan-bebas-jamin-kepastian-hukum-
Pemerintah berpendapat adanya kasasi terhadap
putusan bebas tidak murni telah sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP,
sehingga sangat wajar jika ada perbedaan penafsiran hukum harus diselesaikan
lewat Mahkamah Agung (MA). Penegasan itu disampaikan Direktur TUN Kejagung,
Suharsono menanggapi pengujian Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP di ruang sidang MK,
Selasa (1/11).
Suharsono
mengutip definisi putusan bebas murni dan tidak murni yang pernah disampaikan
oleh ahli hukum pidana Mudzakkir dalam pengujian Pasal 244 KUHAP dalam perkara
nomor 17/PUU-VIII/2010. Mudzakkir berpendapat putusan bebas murni adalah
perbuatan yang didakwakan tidak terbukti. Artinya, tidak ada bukti-bukti yang
mendukung dakwaan jaksa.
Sementara,
putusan bebas tidak murni ini terjadi akibat tiga kondisi yakni adanya
perbedaan penafsiran hukum, perbedaan penilaian mengenai bukti yang diajukan,
dan perbedaan penilaian mengenai penafsiran penerapan hukum terhadap bukti yang
diajukan di persidangan.
“Karena
itu, adanya kasasi terhadap putusan bebas tidak murni ini, MA dapat meluruskan
perbedaan penafsiran dan penilaian alat bukti serta sikap penerapan hukum
terhadap alat bukti yang diajukan,” kata Suharsono.
Hal
ini sejalan dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang menyatakan pemeriksaan tingkat
kasasi dilakukan MA atas permintaan para pihak untuk menentukan; apakah benar
peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya, apakah
benar cara mengadili tidak dilaksanakan sesuai undang-undang, apakah benar
pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Karena
itu, Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP yang pelaksanaannya dituangkan dalam Kepmenkeh RI
No M-14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP justru
telah memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum sesuai UUD 1945.
Sebab, jika terdapat putusan (bebas) yang kurang memenuhi rasa keadilan masih
dapat diajukan kasasi.
“Jika
putusan bebas tidak murni tidak boleh diajukan kasasi dapat menyumbat aspirasi
rasa keadilan bagi korban kejahatan dan masyarakat dan tak sejalan dengan
spirit penegakan hukum, keadilan, dan kepastian hukum,” katanya.
Sebagaimana
diketahui, Gubernur Bengkulu non-aktif Agusrin M
Najamudin menguji Pasal
67 dan Pasal 244 UU No 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) terkait larangan putusan bebas diajukan upaya hukum banding atau
kasasi. Pengujian ini dikaitkan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) No
K/275/Pid/1983 yang dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945.
Sebab,
yurisprudensi itu justru membolehkan putusan bebas dapat diajukan kasasi.
Akibatnya, dalam praktik setiap putusan bebas dapat diajukan upaya hukum kasasi
lantaran merujuk pada yurisprudensi itu. Seperti kasus yang menimpa Agusrin
yang diputus bebas oleh PN Jakarta Pusat. Kasus serupa juga menimpa Prita
Mulyasari yang sempat divonis bebas oleh PN Tangerang, namun divonis bersalah
di tingkat kasasi. Teranyar, bebasnya Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar
Mohammad.
Pemohon
merasa dirugikan hak konstitusionalnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat
(1) UUD 1945 yaitu hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sebab, kepastian
hukum atas aturan putusan bebas yang tidak bisa diajukan banding atau kasasi
yang dijamin Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP menjadi hilang lantaran digeser
dengan berlakunya yurisprudensi itu.
Karena
itu, pemohon meminta agar Pasal 67 dan Pasal 244 KUHAP merupakan ketentuan yang
jelas/terang dan konstitusional atau tidak bertentangan dengan UUD 1945. Jika
pasal itu dianggap konstitusional, maka secara otomatis yurisprudensinya yang
dianggap digunakan menjadi tidak sah.
Sumber :
http://hukumonline.com/berita/baca/lt4eafdd717096d/kasasi-putusan-bebas-jamin-kepastian-hukum-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar