Ketua MA Harifin A Tumpa sampaikan Laporan Tahunan MA Tahun 2011. | Foto: SGP |
Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP. Intinya, Perma ini ditujukan untuk menyelesaikan penafsiran tentang nilai uang pada Tipiring dalam KUHP.
Informasi inilah salah satu yang terungkap dalam Laporan Tahunan MA Tahun 2011. Laporan tahunan disampaikan Ketua MA Harifin A Tumpa dalam sidang pleno tahunan di ruang Kusumah Atmadja gedung MA, Selasa (28/2). Acara yang diliput media massa ini dihadiri pimpinan pengadilan tingkat banding, hakim agung, serta sejumlah pimpinan lembaga negara.
Tipiring yang perlu mendapat perhatian meliputi Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP. Nilai denda yang tertera dalam pasal-pasal ini tidak pernah diubah negara dengan menaikkan nilai uang. “Menaikkannya sebanyak 10.000 ribu kali berdasarkan kenaikan harga emas,” kata Harifin.
Harifin berharap Perma ini dapat menjadi jembatan bagi para hakim sehingga mampu lebih cepat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat terutama bagi penyelesaian Tipiring sesuai dengan bobot tindak pidananya. “Perma ini juga ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara yang berpotensi mengganggu rasa keadilan yang tumbuh di tengah masyarakat dan secara tidak langsung akan membantu sistem peradilan pidana untuk kita bekerja lebih efektif dan efisien,” harapnya.
Tindak 130 aparat
Dalam kesempatan yang sama, Harifin menyampaikan aspek pengawasan peradilan. Selama tahun 2011 Badan Pengawas Mahkamah Agung telah menerima 3.232 pengaduan. Sebanyak 2.833 merupakan pengaduan langsung dari masyarakat, 258 dari institusi, dan 141 pengaduan disampaikan secara online.
Dari 3.232 pengaduan itu, hanya 130 aparat peradilan yang dihukum. Sebanyak 43 aparat peradilan dikenakan hukuman disiplin berat, 22 dijatuhi hukuman sedang, dan 62 dikenakan hukuman disiplin ringan. Selain itu dua orang dari peradilan militer dikenakan sanksi teguran, dan satu orang lagi dikenakan penahanan ringan.
“Dari total 130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, mayoritas 38 persen adalah hakim. Disusul staf pengadilan sebesar 19,6 persen, dan panitera pengganti sebesar 11,8 persen,” kata Harifin.
Sedangkan, pelanggaran yang paling sering terjadi adalah pelanggaran disiplin sebanyak 53,85 persen, unprofessional conduct 20,77 persen, dan pelanggaran kode etik 13,85 persen.
Harifin menjelaskan selama 2011, MA dan Komisi Yudisial (KY) telah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim sebanyak empat kali. “Dari MKH itu, satu orang hakim diberhentikan tidak hormat, satu orang hakim diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri, satu orang hakim dinonpalukan dan dimutasi, dan satu orang hakim diberi teguran tertulis,” ungkap Harifin yang akan mengakhiri masa jabatan pada 1 Maret 2012.
Menurut Harifin, secara umum capaian pelaksanaan fungsi utama memutus dan mengadili perkara sepanjang tahun 2011, MA terus menunjukkan peningkatan, terlepas dari turunnya jumlah perkara yang diputus secara keseluruhan. “Tingkat clearance rate (rata-rata penyelesaian perkara) yang berhasil dicatat sepanjang tahun 2011 mencapai 117,19 persen. Dari 12.990 perkara yang masuk, MA berhasil mengirim kembali 15.223 perkara (yang telah diputus, red) ke pengadilan pengaju. Catatan ini sangat baik, karena berarti tumpukan perkara di MA terus berkurang,” tegas Harifin.
Terkait dengan perkara yang menarik perhatian publik, khususnya perkara pidana khusus, dalam hal ini perkara tindak pidana korupsi, sepanjang tahun anggaran 2011, sekitar 1.705 perkara yang mayoritas (92,09%) dari jumlah tersebut berujung pada amar penghukuman terhadap terdakwa.
Sebanyak 527 kasus korupsi diputus dengan denda mencapai Rp 53,85 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 427,72 miliar. Sebanyak 560 kasus narkoba dengan denda Rp 374,80 miliar, sebanyak tujuh kasus pencucian uang dengan denda Rp 16,4 miliar, sebanyak 295 kasus perlindungan anak dengan denda Rp 12,511 miliar, serta sebanyak kasus 42 kasus kehutanan dengan denda Rp 3,77 miliar.
“Total denda denda dan uang pengganti yang diselematkan MA mencapai Rp 992,64 miliar,” ungkap Harifin.
Hal lain yang disampaikan dalam laporan tahun 2011 ini terkait capaian dalam program pembaruan peradilan, akses terhadap keadilan, pembinaan dan pengelolaan SDM, alokasi dan relokasi anggaran, material dan akses infrastruktur teknologi informasi, penelitian dan pengembangan pelatihan hukum, peran serta MA dalam forum internasional. Ada juga tentang pelaksanaan sistim kamar, keterbukaan informasi, pelayanan bantuan hukum di pengadilan.
Ketua Komisi III DPR menilai Laporan Tahunan MA 2011 masih kurang menjelaskan agenda reformasi peradilan yang dilakukan. Menurut Benny, apa saja yang sudah dilakukan, keberhasilan, kegagalan MA selama 2011 berikut persoalannya belum tergambar.
“Apa yang menjadi problem reformasi peradilan belum nampak dalam laporan, lebih banyak daftar perencanaan. Laporan Tahunan MA Tahun 2011 ini belum banyak hal yang baru. Ini masih jauh dari harapan publik,” kritik Benny.
Benny mencontohkan tunggakan perkara dalam laporan tidak dibarengi dengan paparan beban kerja kinerja setiap hakim agung per bulan atau per tahun. Akibatnya, publik tidak tahu berapa beban kerja hakim agung dalam menyelesaikan perkara setiap bulan atau per tahun guna mengukur capaian kinerja para hakim agung baru.
“Ini penting bagi dewan untuk mengetahui akar persoalan masalah peradilan (penumpukan perkara, red). Selain itu, pengajuan PK dua kali masih terjadi di MA dan putusan PK saling bertentangan. Ini tidak dijelaskan. Apa capaian pembaruan hukum luar biasa yang dicapai juga tidak dijelaskan. Makanya, kita berharap dengan ketua MA baru untuk bisa menangkap harapan publik,” ujar politisi Partai Demokrat ini.
Dikutip Dari :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar